Wong Fei Hung yang lahir pada 1847 di Kwantung (Guandong)
berasal dari keluarga muslim yang dikenal ahli dalam ilmu pengobatan dan
beladiri tradisional Tiongkok (wushu). Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah tabib dan
pemilik klinik pengobatan bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong),
serta menguasai wushu tingkat tinggi yang membuatnya terkenal sebagai salah
seorang dari Sepuluh Macan Kwantung. Kombinasi ilmu pengobatan Tiongkok
tradisional dan teknik beladiri yang berpadu dengan olah keluhuran budi membuat
keluarga Wong banyak turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada
masa itu. Banyak diantara pasiennya yang meminta bantuan pengobatan berasal
dari kalangan miskin tetapi mereka tetap membantu dengan sungguh-sungguh.
Selain itu, secara diam-diam keluarga Wong juga turut aktif dalam gerakan bawah
tanah melawan pemerintahan Dinasti Ch’ing yang korup dan menindas rakyat.
Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya sejak
perjumpaannya dengan guru ayahnya bernama Luk Ah-Choi yang kemudian
mengajarinya dasar-dasar jurus Hung Gar. Jurus ini ditemukan, dikembangkan dan
menjadi andalan Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun
adalah pendekar dari Shaolin yang lolos dari peristiwa pembakaran dan pembantaian
oleh pemerintah pendudukan Manchuria (Dinasti Ch’ing) pada 1734. Dengan
kepemimpinan Hung Hei-Kwun inilah, para pejuang pemberontak hampir mengalahkan
dinasti penjajah jika saja pemerintah tidak meminta bantuan pasukan-pasukan
bersenjata bangsa asing (Rusia, Inggris, Jepang).
Wong Fei-Hung kemudian meneruskan belajarnya pada ayahnya
sendiri hingga kemudian pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli
pengobatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berhasil mengembangkannya menjadi
lebih maju. Kemampuan beladirinya semakin sulit ditandingi ketika ia berhasil
membuat jurus baru yang sangat taktis namun efisien yang dinamakan cakar macan
dan pukulan khusus sembilan. Selain dengan tangan kosong, ia juga mahir
menggunakan bermacam-macam senjata. Masyarakat setempat pernah menyaksikan
bagaimana ia seorang diri dengan hanya bersenjatakan tongkat (toya) berhasil
mengalahkan 30 orang jagoan pelabuhan berbadan kekar dan kejam di Canton yang
mengeroyoknya karena ia mau membela rakyat kecil yang akan mereka peras.
Dalam
awal kehidupan berkeluarganya, Tuhan mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang
anaknya terbunuh dalam suatu insiden. Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena
istri-istrinya meninggal dalam usia pendek, lalu ia memutuskan untuk hidup
sendiri sampai kemudian ia bertemu dengan pasangan hidupnya yang terakhir
bernama Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan juga sangat ahli
beladiri. Mok Gwai Lan pun turut mengajar beladiri pada kelas perempuan di
perguruan suaminya. Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal.
Sumber : http://www.jaist.ac.jp/~rac/pub/kanigara/id/Home/masterwong.htm
No comments:
Post a Comment