Menurut
dongeng dari para sesepuh desa Joresan, tersebutlah seorang santri yang berasal
dari Sumedang, Jawa Barat yang bernama Mohamad
Thoyyib. Ia berguru agama kepada Kyai
Ageng Mohamad Besari, Tegalsari Ponorogo sekitar tahun 1750-an Masehi. Pada
suatu ketika Moh Thoyyib berjalan ke arah timur dari pondok Tegalsari. Dalam
perjalanannya ia melewati hutan belantara yang ditumbuhi pepohonan rimbun. Lalu
satu persatu pohon tersebut ditebang agar bisa didiami. Setelah daerah itu
dibuka, Moh Thoyyib memberi nama “DJOPER”,
yang sekarang dikenal sebagai desa Coper,
kecamatan Jetis.
Makam Kyai Moh Thoyyib Joresan
Karena
kegigihan Moh Thoyyib untuk membuka daerah baru tersebut, maka mertuanya, Kyai Ishak, putra Kyai Ageng Besari Tegalsari
mengikutinya untuk tinggal di Djoper. Lain waktu, Moh Thoyyib memanjat sebuah
pohon yang tinggi untuk melihat wilayah sekitar. Akhirnya ia pun minta restu
mertuanya untuk membuka daerah baru di sebelah utara Djoper. Ia berjalan ke
arah pepohonan yang rindang dan sampailah di sebuah saluran air yang bernama Gender. Disitu Moh Thoyyib bertemu
dengan seseorang dan bertanya, “Nyapo
kowe neng kene kang ?”. “Aku njogo
resan iki”, jawab orang tersebut. Lalu Moh Thoyyib bertanya lagi, “Omahmu ngendi ?”. Orang itu menjawab “Sudimoro”. Dari percakapan itu akhirnya
Moh Thoyyib berinisiatif untuk menamakan daerah baru itu JORESAN, diambilkan dari kata NJOGO RESAN (menjaga saluran air).
Lambat
laun desa Joresan semakin ramai dengan aktifitas penduduknya. Moh Thoyyib pun
mendirikan pondok pesantren dan sebagai pusat kegiatannya dibangunlah masjid
untuk masyarakat umum. Pusat desa Joresan menurut para sesepuh saat ini berada
di sebelah utara SDN Joresan. Karena kewalahan dalam mendidik santri, Kyai Moh
Thoyyib meminta bantuan adik iparnya, Nur
Muhammad untuk membantunya. Adapun makam Nur Muhammad berada di timur SDN
Joresan. Disamping itu, ia juga meminta adik kandung perempuannya yang bernama Sopongatun. Menurut cerita yang beredar
di kalangan masyarakat desa, sekarang ini makam Sopongatun terletak di kompleks
asrama putra Pondok Pesantren “AL-ISLAM”. Sedangkan untuk menjaga hal-hal yang
tidak diinginkan, Moh Thoyyib meminta bantuan temannya dari Sumedang yang
bernama Dul Rajak. Makam Dul Rajak
berada di sebelah barat desa, tepatnya sebelah selatan pinggir sungai
perbatasan antara desa Joresan dan Nglumpang. Berkat koordinasi yang
berkesinambungan antara Kyai Moh Thoyyib, Nur Muhammad, Sopongatun, dan Dul
Rajak, maka desa Joresan menjadi aman, tentram, dan damai. Moh Thoyyib
dimakamkan di sebelah barat masjid desa Joresan. Untuk menghormati beliau,
masjid desa ini diberi nama masjid “AT-TOYYIB”.
Peninggalan
Kyai Moh Thoyyib yang saat ini dapat kita temui adalah berdirinya pohon sawo di
sekitar rumah penduduk desa. Lokasi pohon sawo mayoritas berada di sepanjang
makam Nur Muhammad (adik ipar) hingga
Dul Rajak (teman seperjuangan).
Berkah buah sawo itulah kelak di kemudian hari, salah satu keturunan kelima
Kyai Moh Thoyyib yang bernama Kyai
Maghfur Hasbulloh merintis berdirinya lembaga pendidikan formal setingkat
MTs/SLTP. Lembaga ini dikenal dengan nama “AL-ISLAM”.
Kyai Maghfur Hasbulloh dimakamkan satu kompleks dengan Kyai Moh Thoyyib. Saat
ini banyak peziarah, terutama warga Ponorogo menjadikan kompleks makam Joresan
sebagai destinasi wisata religi, terutama saat bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Terimakasih atas penulisan artikelnya yang sangat original. Saya tak menyangka bahwa leluhur saya berdarah sunda. Pantasan banyak orang mengira saya orang sana 😁
ReplyDeleteSetahu saya mbah toyib asli otang ponorogo
ReplyDelete