Di akhir kejayaan Majapahit yang mana wilayah Majapahit terpecah-pecah, seperti demak, Jepara, Tuban, Gresik dan Surabaya memerdekakan diri. Kerajaan kecil yang tumbuh menjadi besar adalah kesultanan demak yang diperintah oleh Raden Patah sekitar awal abad XVI.
Raden Patah adalah putra Prabu Majapahit dengan
putri Cina yang pada waktu hamil muda diberikan kepada Arya Damar, Setelah
lahir diberi nama Raden Patah. Prabu Majapahit yang mempunyai istri putri Cina
adalah Brawijaya terakhir. Arya Damar menyatakan kepada permaisurinya bahwa
putranya tesebut akan menjadi raja Islam yang pertama di Jawa. Sebagaimana kita
ketahui Kerajaan Islam pertama di tanah Jawa adalah Demak. Pada saat Raden Patah menginjak dewasa kerajaan
Hindu Majapahit telah mulai runtuh yang disebabkan perlawanan kaum bangsawan
yang telah mendirikan kota di pantai utara dan mendapat dukungan Islam. Kesempatan
ini dipergunakan Raden Patah menemui Sunan Ampel atau Raden Rahmad. Raden Patah
mengutarakan beberapa hal mengenai Majapahit yang telah lemah. Raden Patah
tinggal di rumah Raden Rahmad untuk belajar beberapa hal, setelah cukup diberi
kedudukan di Bintoro.
Bintoro dikembangkan atas dasar Islam. Mendengar
hal tersebut raja Majapahit, prabu Brawijaya mengangkat Raden Patah menjadi
mangkubumi di Bintoro. Berkat dukungan para wali, Bintoro berkembang menjadi
kerajaan Islam pertama dengan nama Demak tahun 1481 M, dibawah pimpinan Raden
Patah dengan gelar Panembahan Djimbun.
Seiring munculnya Demak, Majapahit semakin parah
dilanda krisis, Brawijaya telah diganti/direbut Girishawardana yang sebenarnya
tidak berhak atas tahta Majapahit. Pada waktu raja Brawijaya terakhir, telah
memberi wilayah kekuasaan kepada Raden Patah yang kelak dikemudian hari
berkembang menjadi Kerajaan Demak. Hal yang berbeda dialami putra Brawijaya V
lain yang bernama Raden Katong yang belum mempunyai wilayah kekuasaan. Hingga
terdengar berita bahwa sebelah timur Gunung Lawu ada seorang demang dari Kutu
yang tidak mau menghadap ke Majapahit. Maka Raden Katong disuruh menghadapkan
demang tersebut ke Majapahit.
Demang Kutu tersebut adalah Ki Ageng Suryangalam. Ia punggawa Majapahit yang masih termasuk
kerabat keraton, maka oleh Prabu Kertabumi / Brawijaya V, ia diberi jabatan
demang. Kademangan Kutu atau Surukubeng wilayahnya adalah bekas kerajaan
Wengker, yang mana seiring semakin lemahnya Majapahit. Ki Ageng Kutu meneruskan
tata cara dan adat kerajaan Wengker dahulu. Para pembantu dan punggawanya
diajarkan beladiri dan berperang serta tapa brata.
Sementara itu Raden Katong datang ke wilayah
Wengker bersama dengan Seloaji. Mereka menemui Ki Ageng Mirah yang merupakan
putra Ki Ageng Gribig, seoarang ulama dari Malang. Ki Ageng Mirah adalah
penyebar Islam di Wengker. Banyak hal penting yang dijelaskan Ki Ageng Mirah
kepada Raden Katong, termasuk kesulitannya dalam menyebarkan agama Islam.
Mereka kemudian sepakat berjuang bersama, Raden Katong atas dasar pemerintahan
sedangkan Ki Ageng Mirah atas dasar penyebaran agama Islam. Mereka selalu
koordinasi terhadap apa yang mereka hadapi dalam perjuangan ini. Ki Ageng Mirah
senang mendapat mitra Raden Katong karena masih keturunan Majapahit. Masalah yang dihadapi Raden Katong adalah Ki Ageng Kutu tidak mau menghadap ke Majapahit sedang Ki
Ageng Mirah kesulitan dalam menyebarkan agama Islam.
Pihak Raden Katong berusaha melakukan pendekatan
persuasif terhadap pihak Ki Ageng Kutu, antara lain dilakukan Ki Ageng Mirah
terhadap Ki Ageng Kutu secara dialogis agar Ki Ageng Kutu bersedia menghadap ke
Majapahit. Tapi Ki Ageng Kutu menolak dengan alasan antara lain Kerajaan
Majapahit yang memberi pintu bagi penyebaran agama Islam padahal wilayah
Wengker kebanyakan menganut agama Hindu dan Budha. Dia menganggap
penyebaran Islam dipimpin Raden Patah dan justru Majapahit mengangkatnya
menjadi penguasa Demak Bintoro. Ki Ageng Mirah menjelaskan bahwa pengangkatan
Raden Patah tidak salah karena masih putra Brawijaya V. Tapi Ki Ageng Kutu
tetap menganggap hal yang dilakukan Majapahit merupakan hal yang menyalahi
aturan kerajaan. Akhirnya upaya dialogis yang dilakukan Ki Ageng Mirah
gagal.
Upaya persuasif dari pihak Raden Katong yang
gagal dilaporkan kepada Prabu Brawijaya V, dan langkah yang dilakukan Brawijaya
adalah mengirim pasukan Majapahit untuk menumpas Ki Ageng Kutu. Rombongan
pasukan tersebut di pimpin oleh Raden Katong. Pada dasarnya Raden Katong enggan
bermusuhan dengan pihak Wengker mengingat jasa Ki Ageng Kutu terhadap Majapahit
begitu banyak. Tetapi Seloaji memberi nasehat bahwa apa yang dianggap Ki Ageng
Kutu benar adalah menurut Ki Ageng Kutu sendiri. Sedangkan pihak kerajaan
menganggap hal yang menyalahi peraturan dan Raja pun langsung memerintahkan
untuk menumpas, maka ia menasehati Raden Katong untuk tidak ragu-ragu
bertindak.
Maka singkat cerita terjadilah peperangan antara
tentara Majapahit yang dipimpin Raden Katong beserta Ki Ageng Mirah dan Seloaji
serta beberapa tokoh lain. Jalannya peperangan termasuk didalamnya strategi
perang yang dilakukan tidak dibahas ditulisan ini. Maka pada tahun 1468 M, Kutu
sebagai ibukota Wengker jatuh ke tangan Raden Katong dan bala tentaranya. Ki
Ageng Kutu bisa dikalahkan tetapi tidak ditemukan jasadnya atau musnah di bukit
yang kemudian disebut dengan Gunung Bacin. Ki Honggolono sebagai tangan kanan
Ki Ageng Kutu tewas dalam pertempuran ini. Raden Katong sangat terharu melihat
kematian Ki Honggolono dan musnahnya Ki Ageng Kutu mengingat mereka berdua
adalah para perwira yang berjasa besar kepada Majapahit terutama ketika merebut
kembali Wengker yang sempat dikuasai Kediri. Konsolidasi dalam keluarga Ki
Ageng Kutu juga dilakukan antara lain menikahi dua putri Ki Ageng Kutu yaitu
Niken Sulastri dan Niken Gandini, putra pertama Ki Ageng Kutu yang bernama
Surohandoko menggantikan kedudukan ayahnya di Kademangan Kutu, Suryongalim
dijadikan Kepala Desa di Ngampel, Warok Gunoseco menjadi kepala desa di Siman,
Waro Tromejo di Gunung Loreng Slahung.
Setelah bisa menguasai bekas kerajaan Wengker,
Raden Katong mendirikan kadipaten baru dengan nama PONOROGO, PONO artinya
pintar atau mengerti benar, ROGO artinya Badan atau jasmani. Ada pula yang menyebutkan
dari asal kata “PRAMANA” yang artinya rahasia hidup dan “RAGA” yang artinya
Badan atau jasmani. Kadipaten Ponorogo berdiri tahun 1496 M dengan Raden Katong
sebagai adipati pertama dengan gelar Kanjeng Panembahan Batoro Katong.
Demikian sedikit tentang sejarah perjalanan
Kerajaan Wengker yang eksis selama ± 500 tahun , yang mana meskipun kerajaan
kecil tetapi sangat diperhitungkan kekuataannya oleh kerajaan-kerajaan besar
seperti Kahuripan dan Majapahit serta peletak dasar-dasar pemerintahan, politik,
ekonomi, sosial dan budaya dari daerah yang sekarang bernama Ponorogo ini.
* Diolah dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment