" Menurut informasi BMKG, tampaknya hujan ringan masih akan membasahi sebagian besar wilayah Nusantara. Selamat Pagi untuk Jakarta, cuaca pagi ini cerah berawan, tetapi nanti siang ada peluang hujan... " suara renyah pembawa berita mengabarkan ramalan cuaca. Dibelakangnya, tampak layar yang menampakkan peta Indonesia dengan simbol awan, matahari atau titik-titik air diatasnya. Tayangan ramalan cuaca ini tentu familier bagi kita. Namun, apakah kita sadar betapa signifikannya teknologi yang memungkinkan pengambilan gambar permukaan bumi beserta perkiraan cuaca itu ? Peramalan cuaca dapat dilakukan karena adanya penginderaan jauh dari satelit-satelit di orbit bumi. Mendeteksi cuaca hanyalah salah satu manfaat paling sederhana dari penginderaan jauh.
Ikonos, satelit buatan AS yang mengorbit pada tahun 1999
Kemunculan teknologi penginderaan jauh erat kaitannya dengan dengan wahana terbang seperti balon udara, pesawat, atau satelit. Mulanya, pada Perang Dunia II, teknologi ini dipakai untuk mendeteksi kekuatan musuh dari jarak jauh melalui pemotretan dari pesawat. Setelah dikenal teknologi fotogrametri yang dapat mentransformasikan citra foto ke bentuk peta garis, berkembanglah bidang pemetaan topografi.
Kemunculan satelit buatan pertama yang diluncurkan Uni Soviet pada tahun 1957 berpengaruh pada pesatnya kemajuan teknologi penginderaan jauh. Satelit yang mengorbit bumi kemudian dimanfaatkan untuk mengambil citra permukaan bumi dari ketinggian ribuan kilometer, sehingga dapat meliput daerah yang luas secara cepat dan mengulanginya secara periodik dalam waktu relatif singkat. Dalam penginderaan jauh, satelit bekerja dengan mengindera 2 jenis energi, yaitu refleksi sinar matahari dan infra merah (misalnya microwave atau energi panas) dari permukaan bumi, awan, dan atmosfer. Sensor pada satelit kemudian mengirimkan gambar energi-energi serta spektrum elektromagnetik yang ditangkapnya.
Tak terhingga kemudahan dan kemajuan yang diperoleh manusia dari teknologi penginderaan jauh. Penginderaan jauh membantu memetakan perubahan pantai, abrasi, atau sedimentasi; menentukan struktur geologi; memantau distribusi sumber daya alam; mengamati perubahan iklim; mengukur pencemaran air, tanah, atau udara; dan menentukan frekuensi komunikasi high frequency (HF).
Di Indonesia, LAPAN sedang berupaya membangun satelit yang dapat mengakomodasi kepentingan nasional. Pengembangan satelit di Indonesia amat diperlukan terutama untuk mendukung kemajuan di sektor pertanian, kelautan, transportasi, komunikasi, meteorologi dan pemantauan bencana, pendidikan, kesehatan, serta pertahanan.
No comments:
Post a Comment