Perkembangan elektronic learning (e-learning) atau pembelajaran elektronik menjadi semakin krusial di era internet sekarang ini. Hal ini menilik kemudahan terkoneksi internet dengan keberadaan berbagai perangkat pendukung, seperti smartphone, tablet, laptop dan lain-lainnya. Pembelajaran elektronik bisa diartikan sebagai sebuah bentuk teknologi informasi di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya. Metode ini membuat peserta ajar (pendidik atau peserta didik) tidak perlu duduk di ruang kelas atau bertatap muka langsung. Karena pembelajaran bisa dilakukan lewat perangkat smartphone, tablet, laptop atau PC via online.
Selain itu, e-learning dapat mempersingkat jadwal target waktu pembelajaran. Dan tentu saja membuat biaya yang harus dikeluarkan oleh sebuah program studi atau program pendidikan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Pendidik (guru) diambil alih perannya oleh komputer dan panduan-panduan elektronik yang dirancang oleh contents writer, designer e-learning dan programmer komputer. Untuk kalangan yang kesulitan mengakses pendidikan formal secara langsung tapi bisa memanfaatkan internet, implementasi pembelajaran elektronik menjadi bermanfaat.
Pembelajaran elektronik (e-learning) pertama kali diperkenalkan oleh Universitas Illionis di Urbana-Champaign dengan menggunkan sistem instruksi berbasis komputer (computer assisted instruction) dan komputer bernama PLATO. Pada tahun 1990 era CBT (Computer Based Training) memunculkan aplikasi e-learning dalam bentuk tulisan maupun multimedia (video dan audio). Lalu pada tahun 1997 muncul LMS (Learning Management System) berkat perkembangan teknologi internet. Kemudian tahun 1999 muncul aplikasi e-learning berbasis internet atau web.
Belakangan muncul pula istilah E-Learning 2.0 yang merujuk pada cara pandang baru terhadap pembelajaran elektronik yang terinspirasi oleh munculnya teknologi Web 2.0. Disini, pendidikan memiliki penekanan pada pembelajaran yang bersifat sosial dan penggunaan perangkat lunak sosial (social networking) seperti blog, wiki, podcast dan Second Life. Sehingga fenomena ini sering diistilahkan sebagai Long Tail Learning, dimana E-Learning 2.0 erat hubungannya dengan Web 2.0, social networking (jejaring sosial) dan Personal Learning Environments (PLE).
Namun masalah yang cukup mendasar dari e-learning adalah edukasi. Masih sedikit informasi yang di dapat publik terkait e-learning. Selain itu, budaya di negeri ini yang menekankan interaksi alias komunikasi langsung ketimbang membaca pun menjadi salah satu penghalang. Pembelajaran jarak jauh menggunakan metode ini merupakan konsep teknologi pendidikan yang tercakup dalam konsep pendidikan alternatif. E-learning bisa menjembatani tidak meratanya kesempatan belajar masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mempercepat perkembangan e-learning di Indonesai yang terkesan lambat ? Kita tunggu saja ya... :)
* Diolah dari berbagai sumber dan artikel pendidikan
No comments:
Post a Comment